Provinsial CSsR Indonesia

Keusukupan Ketapang

Keuskupan Ketapang merupakan keuskupan sufragan dari Keuskupan Agung Pontianak. Wilayahnya seluas 35.809 km2 di Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Umat di keuskupan ini berjumlah 123.407 orang, tersebar di 18 paroki dan dilayani oleh 29 imam, sehingga rata-rata tiap imam melayani 4.255 orang.

Uskup Keuskupan Ketapang saat ini adalah Mgr. Pius Riana Prapdi sejak tanggal 25 Juni 2012.

Kuria Keuskupan Ketapang :

Uskup                          : Mgr. Pius Riana Prabdi

Vikaris Jenderal           : RD. Laurensius. Sutadi.

Vikaris Judicialis         : RD. Zacharias Lintas

Sekretaris Jenderal      : RD. Simon Anjar Yogatomo.

Ekonom                       : RD. P.H. Istejomoyo.

Pastor Katedral            : RD. Matheus Juli.

 

Daftar Paroki :

 

  1. Paroki Santa Gemma Galgani – Katedral Ketapang
  2. Paroki Emanuel Sukadana
  3. Paroki Santo Carolus Borromeus Tembelina
  4. Paroki Santa Maria Assumpta Tanjung
  5. Paroki Santo Mikael Simpang Dua
  6. Paroki Santo Paulus Rasul Tumbang Titi
  7. Paroki Santo Yosef Serengkah
  8. Paroki Keluarga Kudus Sepotong
  9. Paroki St. Gabriel Sandai
  10. Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Randau
  11. Paroki St. Petrus Rasul Nanga Tayap
  12. Paroki Salib Suci Menyumbung
  13. Paroki Kanak-Kanak Yesus Marau
  14. Paroki Santo Agustinus Payak Kumang
  15. Paroki Sant Stefanus Kendawang
  16. Paroki Santo Yohanes Rasul Balai Semandang
  17. Paroki Santo Martinus Balai Berkuak
  18. Paroki Maria Ratu Pencinta Damai Air Upas

 

Dirintis oleh Awam

Para pedagang Tionghoa yang beragama Katolik memainkan peranan penting dalam pekabaran Injil di Kalimantan Barat. Mereka berdagang sampai ke daerah Matan, sebutan untuk Ketapang ketika itu. Sambil berniaga mereka mewartakan Kabar Gembira tentang Yesus Kristus. Pada tahun 1910 lima keluarga Tionghoa Katolik meninggalkan negeri Tiongkok menuju Singapura, kemudian berpindah ke Penang, lalu ke Pontianak dan akhirnya menetap di Ketapang. Tiga dari lima keluarga itu adalah keluarga tiga bersaudara Tan A Hak, Tan A Ni dan Tan Kau Pue. Sambil berdagang mereka mewartakan Injil. Tan A Hak rajin bepergian ke daerah perhuluan Ketapang. Di Serengkah ia bertemu dengan orang-orang Dayak yang terbuka pada iman akan Yesus Kristus. Ia mengabarkan situasi ini kepada Mgr. Pacifikus Bos OFM Cap., Prefek Apostolik Borneo.

Kedatangan para Misionaris Kapusin

Mendapat informasi yang menggembirakan hati tersebut, Mgr. Pacifikus Bos berkunjung ke Matan (Ketapang) pada tahun 1911. Sejak saat itu setiap dua tahun sekali para pastor Kapusin mengunjungi Ketapang. Atas undangan Tan A Hak pada tahun 1917 Mgr. Pacifikus Bos kembali mendatangi Ketapang. Kali ini ia menyempatkan diri pergi ke laman (kampung) Serengkah. Ia bertemu dengan Demong Gomalo Murial dan masyarakat setempat dan mengajarkan iman kristiani kepada mereka. Demong Gomalo Murial merupakan orang Serengkah pertama yang dibaptis. Nama baptisnya Yosep. Kelak kemudian hari Yosep menjadi nama pelindung Paroki Serengkah.

Serengkah, Semapau, Tanjung dan Randau

Bersama Tan A Hak dan Mas Gomalo Murial, Mgr. Bos merencanakan pendirian sekolah rakyat. Rencana ini terwujud pada tahun 1918. Guru pertamanya berasal dari Singapura dan bernama Yohanes A Mok. Ia digantikan oleh Guru Winokan dan Guru Runtu dari Manado. Pada tahun 1926 Pasifikus F. Bantang menggantikan keduanya. P.F. Bantang 6 bersekolah di Sejiram dan sempat mengajar di sekolah misi Pajintan, Singkawang. Di Serengkah ia sekaligus mengajar agama. Selain P.F. Bantang yang sempat bermisi ke luar Ketapang, dari Serengkah muncul pula kemudian katekis handal Petrus Josef Denggol yang berperan besar dalam penyebaran Injil di Sekadau. Pada tahun 1921 berdiri sekolah negeri di laman Tanjung. Mgr. Bos mengirim guru Johanes Fransiskus Xaverius Rehal untuk menjadi pengajar di sekolah tersebut. Sebelumnya ia mengajar di daerah Semapau, Laur. Ia menjadi penyebar Injil pertama di daerah Jelai. Ia dibantu oleh tiga bersaudara Tembirik, Haidir dan Manggar. Pada tahun 1934 guru Ringkat bersama umat Tanjung mendirikan gereja sederhana sebagai tempat beribadah. Pada tahun 1929 demong laman Randau meminta kepada misionaris Kapusin yang mengunjungi Sandai agar di Randau didirikan sekolah seperti di Serengkah dan Tanjung. Pada tanggal 1 Mei 1929 berdiri sekolah tersebut di Randau. Pengajar pertamanya adalah guru J. Pandi, dari Manado. Kemudian mengajar juga Silvester Tjoroh.

Tumbang Titi sebagai Pusat dan Penyebaran ke Utara

Setelah mendengarkan pertimbangan para misionaris Kapusin yang berkarya di Ketapang, pada tahun 1937 Mgr. Van Valenberg memutuskan Tumbang Titi sebagai pusat kegiatan penyebaran Injil dan pastoral. Sebuah pastoran dibangun dan selesai pada tahun 1939. Penghuni pertamanya adalah Pastor Leo de Jong dan Pastor Gerardus. Kemudian menyusul Pastor Martinus. Pastor Gerardus mengunjungi daerah Simpang, Balai dan juga Sekukun di pinggir Sungai Bihak dan Menyumbung di Sungai Krio. Ia bahkan mengadakan perjalanan ke Kudangan dan Delang, Kalimantan Tengah. Sementara itu Pastor Martinus mengunjungi daerah Botong dan Loko.

Misionaris Pasionis dan Suster-suster OSA

Mengingat wilayah Kalimantan Barat yang luas, pada tahun 1939 Mgr. Van Valenberg meminta kesediaan Kongregasi Passionis (CP) untuk berkarya di wilayah Ketapang. Permintaan ini disambut baik oleh Pastor Dominikus, C.P., provinsial Mater Sanctae Spei. Pada tanggal 18 Juni 1946 Pastor Canisius Pijnapples, C.P., Pastor Bernardinus Knippenberg, C.P. dan Pastor Plechelmus Dullaert, C.P. (Pastor Dolar) berangkat ke Indonesia dengan menumpang kapal Bolendam. Pada tanggal 26 Juli 1946 mereka 7 terbang ke Pontianak dengan menggunakan pesawat Dakota. Pastor Dullaert langsung melanjutkan perjalanan ke Ketapang. Ia dan Pastor Canisius menetap di Tumbang Titi yang telah ditetapkan sebagai pusat pastoral. Pastor Bernardinus sebagai superior tinggal di Ketapang. Ia mempelajari bahasa Tionghoa untuk melayani umat Tionghoa di pesisir Ketapang. Beberapa misionaris datang menyusul. Atas permintaan Mgr. Valenberg pada tahun 1949 Konggregasi Agustines (OSA) di Heemstede, Belanda mengutus lima suster muda ke Ketapang. Sr. Euphrasia, Sr. Desideria, Sr. Maria Paulo, Sr. Prudensia dan Sr. Mathea tiba di Ketapang 6 Desember 1946. 1 Juli 1950 Pastor Rafael Kleyne, C.P. diangkat oleh Mgr. Valenberg menjadi Vicarius Delegatus untuk daerah misi Ketapang. Bersama Bruder Gaspard Ridder, C.P., ia merintis pendirian Sekolah Teknik. Dalam perjalanan ke Tumbang Titi melalui Sungai Pesaguan kapal motor Bintang Timur yang mereka tumpangi pada tanggal 27 Februari 1952 menabrak batang kayu dan tenggelam di Teluk Nangka. Pastor Rafael dan Br. Gaspard meninggal dan dikebumikan di kampung Jungkal. Lima tahun kemudian jenazah mereka dipindah ke Ketapang.

Ketapang sebagai Keuskupan

Pada tgl. 26 Juni 1954 status daerah misi Ketapang diangkat menjadi Prefektur Apostolik oleh Paus Pius XII. Wilayahnya mencakup Ketapang, Sekadau dan Meliau. Pastor Gabriel W. Sillekens, C.P. diangkat menjadi prefek. Tahun 1960 para pasionis Italia berkarya di Sekadau dan Meliau karena sejak 1954 para misionaris Belanda dilarang masuk Indonesia oleh pemerintah Indonesia. Pada tahun itu juga P. Th. Lumanauw dari Manado diangkat menjadi Vikjen, pengurus Yayasan Usaba dan pastor paroki Katedral. Tahun 1961 Pastor Canisius Setiardjo, C.P. datang membantu pelayanan pastoral di Ketapang. Tanggal 3 Januari 1961 Prefektur Apostolik Ketapang dinaikkan statusnya menjadi Keuskupan. Pastor Sillekens diangkat menjadi Administrator Apostolik. Tanggal 17 Juni 1962 ia ditahbiskan menjadi Uskup Keuskupan Ketapang. Tanggal 10 Juni 1962 gereja Katedral diberkati dengan nama pelindung St. Gemma Galgani. Sejak tahun 1964 para misionaris Belanda diperbolehkan lagi masuk Indonesia. Misi di daerah utara Ketapang dirintis dan diintensifkan. Karena Keuskupan Ketapang terlalu luas, maka pada tanggal 9 April 1968 daerah Sekadau dan Meliau dipisahkan dari Keuskupan Ketapang dan menjadi Prefektur Apostolik Sekadau (sekarang Keuskupan Sanggau).

Bruder-bruder FIC, Suster-suster BKK dan para Imam Filipina

Atas undangan Mgr. Sillekens para bruder FIC mulai berkarya dalam bidang pendidikan di Ketapang pada tahun 1962. Mereka mengajar dan mendirikan sekolah-sekolah di Ketapang, Serengkah, Natai Panjang, Jungkal, Pasir Mayang, Tumbang Titi, Tanjung, Setipayan dan sebagainya. Sementara itu para suster Biarawati Karya Kesehatan (BKK) datang pada tahun 1971. Mereka membuka biara dan poliklinik di Tanjung. Pada akhir tahun 80an dengan berat hati mereka meninggalkan Tanjung karena keterbatasan tenaga. Lima tahun kemudian (1976) Pastor Gualberto Fontanial,M.S.P. dan Pastor Faustino Pinili, M.S.P. (Mission Society of Philipine) datang dari Filipina untuk berkarya di Ketapang. Mereka tinggal di Tumbang Titi dan Tanjung.

Para Katekis dan Tokoh Umat

Pada tahun 1971 Paulus Lanjak, asal Sekadau dan tamatan Akademi Kateketik Indonesia (AKI), Madiun, mulai berkarya sebagai pengajar agama di Ketapang. Pada tahun berikutnya menyusul M.A. Suri. Ia juga berasal dari Sekadau dan tamatan AKI Madiun. Setelah itu Yohanes Djajah dan Yohanes Tukiman bergabung. Pada tahun 1982 Keuskupan memiliki 19 katekis. Atas jasa mereka iman berkembang di Keuskupan Ketapang. Sayang bahwa dalam perkembangan selanjutnya Keuskupan mengalami kesulitan keuangan untuk membiayai para katekis, sehingga tidak lagi mengangkat katekis yang baru. Peranan awam yang menonjol pada permulaan Gereja Ketapang berlanjut terus dalam diri para tokoh umat, khususnya para ketua umat dan para guru Katolik. Mereka menggerakkan kehidupan menggereja di stasi-stasi yang terletak di kampung-kampung. Stasi-stasi tersebut tidak dapat dikunjungi oleh imam setiap minggu.

Para Uskup, Imam

Tahun 1978 Pastor Blasius Pujaraharja dari Keuskupan Agung Semarang diangkat menjadi Vikjen Keuskupan Ketapang. 10 April 1978 Pastor Zacharias Lintas dari Simpang Dua ditahbiskan menjadi imam. Ia merupakan imam Dayak pertama dari Ketapang. Lima hari setelahnya Mgr. Sillekens meninggalkan Ketapang untuk kembali ke Belanda. Bertepatan dengan hari Kamis Putih, 12 April 1979 Pastor Blasius 9 Pujaraharja diangkat menjadi Uskup Ketapang. Tahbisan uskup diselenggarakan pada 17 Juni 1979. Mgr. Blasius memimpin Musyawarah Pastoral I Keuskupan Ketapang, 14-17 Juni 1981. Ia juga mulai membentuk komisi-komisi. P. Subyakto dari Semarang (1980), P. Suwito dari Malang (1981) dan pastor-pastor dari keuskupan lain di Indonesia menyusul datang untuk melayani umat di paroki-paroki di pedalaman. Selain itu datang pula Suster-suster Sang Timur (1990) dan Gembala Baik (1996). Mulai akhir tahun 1980 mulai dirintis pendidikan calon imam tingkat SMA dengan mengumpulkan anak-anak asrama WPK dan STM yang berminat menjadi pastor. Sekarang Keuskupan telah memiliki seminari menengah sendiri di Payak Kumang, yakni Seminari Menengah St. Laurensius.

Setelah permohonan pensiun Mgr. Blasius diluluskan oleh Vatikan, Mgr. Pius Riana Prapdi ditahbiskan menjadi uskup Keuskupan Ketapang pada Minggu, 9 September 2012